Kalimantan Timur merupakan provinsi ke-6 dengan kasus DBD tertinggi di Indonesia. IR DBD mencapai 247 ditahun 2024 dengan CFR sebesar 0,22%. Pemanfaatan sistem informasi gografis (SIG) dapat digunakan untuk menggambarkan kejadian DBD berdasarkan faktor risiko. Penelitian ini bertujuan menggambarkan dan menganalisis faktor risiko kasus DBD di Kalimantan Timur Tahun 2023-2024. Penelitian ini merupakan survei analitik menggunakan design studi ekologi. Sampel ada 10 kabupaten/kota di Provinsi Kaltim. Data sekunder dari Dinas Kesehatan dan pengolahan datanya menggunakan software QGIS 3.38 Hasil penelitian menunjukan sebagian besar kasus DBD terjadi pada laki-laki ada 56% (2023) dan 55% (2024). IR DBD tertinggi di Mahakam Ulu 567 jiwa/100.000 (2023) dan 614 jiwa/100.000 penduduk di PPU (2024). Terdapat 7 wilayah kategori kepadatan penduduk sangat jarang. Curah hujan 197 mm (2023) dan 229 mm (2024). Kelembaban 82,7% (2023) dan 83% (2024), suhu 27,78 OC (2023) dan 28,34OC (2024). Kecepatan angin 3,3 knot (2023) dan 3,7 knot (2024). ABJ menunjukan sebagian besar masih dibawah 95%. Perilaku PSN 3M+ kategori rendah yaitu 13,7%. Seluruh wilayah memiliki IR kode merah kecuali Paser ditahun 2023. Peningkatan IR DBD tetap terjadi pada wilayah dengan kepadatan penduduk sangat jarang. Walaupun curah hujan di Berau, Samarinda, dan Balikpapan tidak dalam kategori optimal bagi perkembangbiakan Aedes aegypti, peningkatan IR DBD tetap terjadi. Disamping itu parameter iklim lainya (kelembaban, suhu, dan kecepatan angin) berkode merah. Sedangkan kode hijau pada persentase ABJ hanya pada Kabupaten PPU, namun tidak diikuti dengan IR DBD yang menurun. Kaltim memiliki kode merah dalam penerapan PSN 3M+.