Latar belakang: Hipertiroidisme merupakan kondisi peningkatan kadar hormon tiroid yang menyebabkan gejala seperti jantung berdebar, tremor, dan kecemasan. Propranolol, β-blocker yang sering digunakan secara off-label, efektif meredakan gejala adrenergik dengan menghambat respons berlebihan dan sedikit memengaruhi konversi T4 menjadi T3. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan outcome terapi pasien hipertiroidisme yang menggunakan propranolol dan yang tidak menggunakan propranolol di RSUD Kudungga Sangatta Utara. Metode: Penelitian retrospektif ini melibatkan 87 pasien, dengan 50 pasien menggunakan propranolol dan 37 pasien tidak menggunakan propranolol. Namun, untuk analisis outcome terapi, hanya 73 data yang digunakan, masing-masing 40 pasien menggunakan propranolol dan 33 pasien tidak menggunakan propranolol, karena data lainnya bersifat kualitatif. Data dianalisis menggunakan uji MannWhitney dan uji t-independen. Hasil: Mayoritas pasien dengan propranolol berusia dewasa awal (54%) dan perempuan (70%), sementara kelompok tanpa propranolol didominasi pasien usia lanjut (46%) dan perempuan (72,97%). Keluhan utama adalah jantung berdebar (90%), tremor (65%), dan nyeri (57,5%). Analisis statistik menunjukkan propranolol secara signifikan menurunkan denyut nadi dibandingkan kelompok tanpa propranolol (p = 0,002), tetapi tidak memengaruhi kadar FT4 secara signifikan (p = 0,311). Sebagian besar pasien yang menggunakan propranolol menggunakan Thiamazole 10 mg sekali sehari (70%), diikuti 5 mg (18%) dan 20 mg (12%). Pada pasien tanpa propranolol, Thiamazole 5 mg paling umum (46%), diikuti 10 mg (35,13%) dan 2,5 mg (13,51%). Propylthiouracil (PTU) digunakan oleh 5,4% pasien pada kasus khusus. Kesimpulan: menunjukkan propranolol efektif meredakan gejala adrenergik tanpa memengaruhi kadar FT4, sementara Thyrozol menjadi pilihan utama pengendalian gejala hipertiroidisme.