Tarif pelayanan di rumah sakit seringkali tidak berdasarkan perhitungan biaya unit, melainkan dengan melihat tarif rumah sakit disekitarnya dengan menggunakan angka kewajaran. Di RSUD I.A Moeis Samarinda, penentuan tarif Hemodialisis tidak didasarkan pada perhitungan biaya satuan. Akibatnya, ada perbedaan antara tarif Indonesian Case Based Group (INA-CBGs) dan tarif rumah sakit.
Studi ini bertujuan untuk menentukan biaya satuan pelayanan Hemodialisis metode Activity Based Costing, serta membandingkannya dengan tarif rumah sakit dan INA CBGs. Dilanjutkan dengan menghitung biaya pemulihan (Cost Recovery Rate). Penelitian ini merupakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan studi kasus.
Penelitian dilakukan dengan menjabarkan kondisi dan sistem penetapan biaya rumah sakit yang ada saat ini, dengan studi kasus eksplorasi untuk mengungkap struktur cost dan perhitungan unit cost layanan dengan metode Activity Based Costing. Data yang digunakan bersumber dari laporan transaksi keuangan rumah sakit tahun 2023. Data dikelompokkan berdasarkan jenis biaya fixed cost, semi variabel cost dan variabel cost kemudain dijabarkan kedalam biaya langsung, biaya overhead dan menetapkan perhitungan unit cost Hemodialisa. Hasil perhitungan unit cost Hemodialisa dibandingkan dengan tarif rumah sakit dan INA CBGs. Dilanjutkan menghitung tingkat biaya pemulihannya (Cost Recovery Rate). Hasil studi menunjukkan bahwa unit cost Hemodialisis yang dihitung dengan metode Activity Based Costing sebesar Rp1.364.257.
Hasil perbandingannya adalah unit cost lebih tinggi dari tarif rumah sakit (86%) dan juga dari tarif INA CBGs (61%). Hasil perhitungan tingkat biaya pemulihan (Cost Recovery Rate/CRR) masih di bawah 100%. Hasil penelitian ini sebaiknya segera diimplementasikan di RSUD I.A Moeis dengan melakukan efisiensi pada biaya langsung dengan penerapan clinical pathway Hemodialisa secara efektif.