Masalah abrasi pantai akhir-akhir ini cenderung meningkat di berbagai daerah tidak terkecuali di daerah Muara Badak. Salah satu desa yang mengalami abrasi cukup parah adalah Desa Tanjung Limau. Permasalahan abrasi yang pernah terjadi pada tanggal 23 Januari 2023 memiliki dampak yang menyebabkan 20 meter area pantai menghilang hal tersebut merupakan imbas dari abrasi di daerah tersebut karena lokasi pantai ini hanya berjarak kurang lebih 100 meter dari akses jalan dan pemukiman, apalagi kawasan pesisir di daerah Tanjung Limau merupakan objek wisata yang memiliki daya tarik tersendiri dan mempunyai karakteristik yang sangat menarik bagi wisatawan yang berkunjung. Penelitian ini menggunakan 3 tahapan penelitian yang terdiri dari Pra-lapangan, Lapangan dan Pasca-lapangan. Tahap pertama yaitu studi pustaka mengenai kondisi geologi pada daerah penelitian. Tahap kedua adalah pengambilan data lapangan berupa data primer dan data sekunder (Citra DEM). Tahap ketiga adalah analisis parameter penyusun dan skoring bahaya GEA. Yang kemudian nantinya akan dilakukan penyajian data. Parameter penyusun dan skoring bahaya GEA yang mengacu padaperka nomor 2 BNPB tahun 2012. Parameter-parameter yang mendukung tingkatan bahayayang didapatkan dengan melihat selama 7 hari berturut-turut dan mendapatkan hasil pada kelima parameter tersebut ialah parameter pertama tinggi gelombang dengan nilai rata-rata 0.5meter (Rendah). Parameter kedua kecepatan arus dengan hasil rata-rata 1.1m/s (Tinggi). Parameter ketiga tipologi pantai ialah berpasir (Sedang). parameter keempat tutupan vegetasi ialah belukar rawa dan hutan mangrove sekunder (Tinggi). Parameter kelima bentuk garis pantai pada lokasi pengamatan ialah lurus-berteluk (Sedang). Tingkat ancaman gelombang ekstrem dan abrasi di Desa Tanjung Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara termasuk dalam kategori Tinggi dengan luasan bahaya 68.34 Ha.