Seni Tarsul merupakan tradisi lisan masyarakat Kutai Kartanegara yang hingga saat ini terpelihara dengan baik dan dilestarikan sebagai warisan budaya. Dianggap sebagai sarana penting untuk menyampaikan nilai-nilai sosial, agama, dan adat istiadat, sehingga penulis merasa perlu mengetahui dan mendalami seni Tarsul sehingga peneliti berkeinginan untuk meneliti Seni Tarsul Perkawinan Suku Kutai. Rumusan masalah dari penelitian ini: bentuk Tarsul Perkawinan, Makna Isi, dan Upaya Pelestariannya. Tujuan dari penelitian ini: Mendeskripsikan bentuk Tarsul Perkawinan di daerah Tenggarong, mendeskripsikan makna isi Tarsul Perkawinan di daerah Tenggarong, dan menskripsikan upaya pelestarian Tarsul Perkawinan di daerah Tenggarong. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, rekaman, pencatatan, dan penerjemahan. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) Tarsul merupakan bahasa simbol, berbentuk pantun dan syair tradisional dari suku Kutai yang bersifat keagamaan dan perkawinan, Tarsul terbagi menjadi 2 yaitu: Tarsul Perkawinan Duduk Bersanding dan Tarsul Perkawinan Peristiwa (Riwayat Pertemuan) (2) Makna isi secara umum pada Tarsul Perkawinan Peristiwa (riwayat pertemuan) mengenai awal mula pertemuan kedua mempelai hingga akhirnya duduk bersanding, dan makna isi dari Tarsul Perkawinan duduk bersanding yaitu hikmah atau petuah pernikahan yang ditujukan kepada kedua mempelai agar siap menjalankan bahtera rumah tangga yang diinginkan. (3) Upaya pelestarian yang tradisi lisan Tarsul di daerah Tenggarong dilakukan oleh tiga aspek terkait, yakni pemerintah, penerasul, dan masyarakat umum.