Ritual Kwangkai di kalangan suku Dayak Benuaq di Kabupaten Kutai Barat menjadi salah satu budaya yang memiliki kearifan lokal dalam penggunaan bahasa di dalam prosesinya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan performansi, indeksikalitas, dan partisipasi yang terdapat pada rangkaian prosesi ritual Kwangkai suku Dayak Benuaq di Kabupaten Kutai Barat.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan dengan pendekatan deskriptif kualitataif. Data dalam penelitian ini merupakan tuturan yang digunakan dalam prosesi ritual Kwangkai di Kabupaten Kutai Barat. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari tiga narasumber yang berasal dari kecamatan Sekolaq Darat Kabupaten Kutai Barat. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, catat, rekam, transkripsi, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dangan metode padan, teknik pilah unsur penentu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Prosesi ritual Kwangkai suku Dayak Benuaq memiliki delapan prosesi yang dilaksanakan yaitu, Malep Tunang (malam pembukaan), Pesawa’ Blontang,Encooy Talit Paket kelulungan-liau , Muat Blontakng, Muat Orin Tempelaa, Pekili Klelungaan, Entokng Liau, Nyerah Nyodah Tempelaa, Nempuk Kelulungaan – Ngelepas Liau. Performansi yang diperoleh dari ritual Kwangkai berupa bentuk mantra dalam prosesi ritual Kwangkai. Indeksikalitas dalam ritual Kwangkai ditemukan pada alat, bahan, prilaku, dan angka dalam ritual seperti, kotak Selimaat, patung Blontkng, angka bilangan ganjil dan genap, gong, Biyoyangkng, dan arah. Selanjutnya partisipasi yang terlibat dalam ritual Kwangkai suku Dayak Benuaq, yaitu tokoh adat, tetua kampung, dan tokoh masyarakat. Dari ketiga analisis tersebut ditemukan nilai budaya secara keseluruhan pada ritual Kwangkai suku Dayak Benuaq, yaitu nilai budaya hubungan manusia dengan Tuhan, nilai budaya hubungan manusia dengan alam, dan nilai budaya hubungan manusia dengan masyarakat.