Industri hiburan adalah industri kreatif yang merespon kemajuan teknologi dan permintaan pelanggan. Sifat industri hiburan yang selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman, membuat industri hiburan memiliki tuntutan untuk menghadirkan sesuatu yang baru, seperti menampilkan sosok muda. Hal ini mengakibatkan rentan terjadinya eksploitasi pada anak-anak di bawah umur. Film The Most Beautiful Boy in the World menceritakan kehidupan Bjorn Andresen dalam menempuh perjalanan karirnya menjadi seorang selebriti di usia 15 tahun dan
menampilkan dampak ketenaran yang terjadi padanya ketika membintangi film Death in Venice. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan framing media mengenai eksploitasi pekerja anak di industri hiburan dalam bentuk film dokumenter. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis framing model Zhongdang Pan & Kosicki dengan fokus penelitian pada adegan yang menggambarkan eksploitasi yang terjadi pada Bjorn sebagai tokoh utama. Hasil penelitian yang ditemukan menunjukkan bahwa Mantaray Film selaku perusahaan media yang memproduksi film dokumenter berusaha menekankan peristiwa eksploitasi yang telah terjadi adalah suatu yang nyata. Hal ini dapat dilihat dari penyajian kejadian faktual berupa banyaknya arsip terdahulu dan
narasumber dengan relasi yang berbeda-beda. Adapun framing lain yang dibentuk sebagai faktor terjadinya eksploitasi ini yakni ketidakberdayaan Bjorn akibat rasa kesepian dan persepsi masyarakat akan sifat anak-anak adalah pribadi yang rapuh, serta sisi feminin yang menyelimuti ideologi maskulinitas sebagai ide baru dalam industri hiburan.