Kebijakan reformasi visa H-1B dalam kepemimpinan Presiden Barack Obama di tahun 2014 telah meningkatkan gelombang migrasi braindrainer selama periode 2014 hingga 2016, yang memunculkan kritik dari beberapa pihak dan menjadi diskusi ekonomi politik di Amerika Serikat. Partai Republik mengkritik kebijakan reformasi H-1B Obama karena akan menyebabkan adanya persaingan tenaga kerja AS dan gap upah pekerja. Donald Trump maju sebagai Calon Presiden Amerika Serikat pada pemilu 2016 dan menjanjikan kebijakan reformasi ulang visa H-1B dengan mekanisme selektif yang lebih pro terhadap rakyat Amerika pada periode masa jabatannya. Dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dan pengumpulan data primer dan data sekunder berbasis arsip, dokumen, dan internet melalui pemberitaan media massa, penelitian berbentuk descriptive case study research ini menjelaskan kebijakan Presiden Donald Trump dan administrasi pemerintahannya dalam melakukan reformasi kebijakan imigrasi visa H-1B dalam kategori migrasi
pekerja berbasis prestasi dan keterampilan (braindrainer). Penelitian ini berfokus untuk melihat kebijakan reformasi H-1B Donald Trump selama masa kepemimpinannya sebagai Presiden Amerika Serikat (2017-2021) yang dibagi secara periodikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Presiden Donald Trump dalam mereformasi visa H-1B melalui perintah eksekutif “Buy American Hire American” cenderung restriktif dengan membuat kebijakan prosedural dan kebijakan memo administrasi yang menyebabkan tingkat penolakan terhadap petisi penerimaan dan perpanjangan masa kerja para braindrainer meningkat secara signfikan. Aturan serta kebijakan ini banyak yang tidak sesuai dengan aturan standar yang berlaku secara hukum, sehingga banyak perusahaan yang merasa dirugikan oleh kebijakan ini melakukan tuntutan hukum ke pemerintah yang berujung pada pencabutan aturan dan kebijakan yang tidak sesuai dengan standar awal yang diatur dalam undang-undang.