Perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia ke Kalimantan Timur Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menimbulkan permasalahan, yakni tindak pidana bidang pertanahan. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan socio legal reasearch yang mengkaji interaksi antara hukum dan masyarakat yang terjadi dilapangan, dengan tujuan untuk mengkaji dua pokok pembahasan yakni
menganalisis fenomena tindak pidana bidang pertanahan yang terjadi di Kabupaten PPU dan untuk mengetahui upaya serta hambatan untuk mengatasi tindak pidana bidang pertanahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana bidang pertanahan di Kabupaten PPU bukan persoalan yang baru, permasalahan tersebut timbul pada tahun 1969 sejak masuknya PT.ITCI Kartika yang bergerak di bidang pengusahaan kayu. Akibat perpindahan Ibu Kota Negara tersebut, permasalahan tindak pidana pertanahan dan sengketa tanah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan adanya tindakan oknum-oknum yang berada di pemerintahan ataupun diluar pemerintahan seperti tindakan penyerobotan tanah Pasal 385 KUHP, pemalsuan surat 264 KUHP, memasuki tanah tanpa izin 164 KUHP, dan pengrusakan tanah Pasal 406 KUHP. Tindakan yang sering terjadi di Kabupaten PPU adalah sengketa tanah salah satunya tindakan penyerobotan tanah. Banyak oknum-oknum yang ingin menguasai tanah yang berada di wilayah itu dikarenakan nilai harga tanah tinggi yang membuat termotivasinya oknum tersebut, dan banyak tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam penguasaan lahan di IKN yang membuat timbulnya ketidakadilan khususnya masyarakat lokal sehingga menimbulkan banyaknya persengketaan tanah. Upaya dan Hambatan dalam mengatasi tindak pidana pertanahan di Kabupaten PPU di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor hukum, faktor penegak hukum dalam melaksanakan peraturan, faktor sarana atau fasilitas hukum yang minim, dan faktor kebudayaan.