Sindrom koroner akut dimulai sejak terbentuknya plak ateroma yang menyebabkan oklusi dari arteri koroner. Oklusi tersebut mengurangi perfusi miokardium sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen jaringan yang disebut sebagai iskemia. Iskemia dapat berkembang menjadi infark yang ditandai dengan kematian sel dan kerusakan permanen pada organ jantung. Secara klinis, sindrom koroner akut dapat diklasifikasi sebagai infark miokard akut dengan elevasi ST (IMA-EST), infark miokard akut tanpa elevasi ST
(IMA-NEST), dan angina pektoris tidak stabil (APTS). Klasifikasi tersebut memperhatikan segmen ST yang dapat mengalami elevasi atau depresi serta pada troponin T yang dapat meningkat.
Troponin T akan mengalami elevasi sebagai hasil kematian miokard sehingga terjadi pelepasan enzim troponin secara sistemik yang dapat dilihat sebagai biomarker terjadinya iskemia. Hasil
ari iskemia juga dapat menyebabkan disfungsi dari ventrikel kiri yang terlihat sebagai penurunan fraksi ejeksi. Diperlukanlah sebuah penelitian yang melihat apakah terdapat hubungan antara gambaran EKG dan fraksi ejeksi dengan troponin T sebagai metode prognostik dalam mencari tahu gambaran klinis tersebut dengan derajat iskemia. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional analitik dengan sampel pasien sindrom koroner akut di RSUD Inche Abdoel Moeis Samarinda pada periode tahun 2022. Sebanyak 47 pasien diperoleh melalui metode purposive sampling. Data penelitian diperoleh dari rekam medis yang kemudian dianalisis menggunakan metode Chi square dan Fisher’s Exact. Hasil dari penelitian menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara gambaran EKG dengan troponin T (p = 0,302) tetapi terdapat hubungan antara fraksi ejeksi dengan troponin T (p = 0,029).