STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH MUSNAH AKIBAT PERJANJIAN SEWA-MENYEWA UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA
Penelitian ini ditulis dalam rangka menjawab tiga pertanyaan, pertama, bagaimana status hukum Hak Atas Tanah musnah akibat perjanjian sewa-menyewa untuk kegiatan usaha pertambangan. Kedua, bagaimana pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap pengabaian kewajiban perusahaan tambang untuk menyetor dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang yang berdampak pada tanah musnah akibat bekas galian tambang yang tidak ditutup. Ketiga, bagaimana reformulasi regulasi dalam penyelesaian Hak Atas Tanah untuk kegiatan usaha pertambangan dan tanggung jawab pemerintah terhadap pengabaian kewajiban perusahaan tambang batubara untuk melaksanakan reklamasi dan jaminan pascatambang. Hasil penelitiannya, pertama, berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UUPA, BW, dan UU Cipta Kerja, danau yang terbentuk dari kegiatan usaha pertambangan yang terencana dan disengaja dan bukan terbentuk karena peristiwa alam, tidak termasuk dalam obyek tanah musnah, sehingga tidak menghapuskan HAT apapun yang melekat di atasnya. Hak membuka tanah dan hak keperdataannya, juga bukan merupakan obyek tanah yang dapat hapus karena tanah musnah menurut UUPA. Meskipun hak itu tidak hapus, namun tidak dapat diberikan penegasan pada badan pemegang otorita pertanahan karena persoalan identifikasi dan penandaan sesuai ketentuan peraturan pelaksanaan tentang pendaftaran tanah. Penegasan hak membuka tanah dan hak keperdataan tersebut baru dapat dilakukan apabila kondisi tanah kembali sedia kala melalui reklamasi dengan metode penutupan kembali lubang galian tambang (back filling). Kedua, pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap pengabaian kewajiban perusahaan tambang batubara untuk menyetor dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang yang berdampak pada tanah musnah akibat tambang batubara tidak dilakukan penutupan lahan merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara negara (onrechtmatige overheidsdaad), bukan menyangkut pidana. Pertanggungjawaban tersebut dapat berupa pengambilan kebijakan atau ganti rugi oleh pemerintah daerah yang diberikan kepada pihak-pihak yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum yang mengabaikan kewajiban perusahaan tambang batubara menyetorkan dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. Pemerintah selaku pemegang kewenangan terbaru juga memiliki tanggung jawab menyelesaikan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan reklamasi dan pascatambang hingga lubang tambang yang telah berubah menjadi danau ditutup kembali seperti sedia kala. Penyelesaian tersebut juga dapat dilakukan melalui upaya paksa dan/atau dilakukan penegakkan hukum pidana karena tindakan perusahaan yang tidak melakukan reklamasi setelah berakhirnya IUP/IUPK dikategorikan sebagai kejahatan.. Ketiga, dalam rangka memberikan perlindungan dan kepastian hukum, ketentuan Pasal 136 dan Pasal 137 dalam UU Minerba perlu dilakukan revisi dengan tujuan agar penyelesaian Hak Atas Tanah tidak justru menimbulkan hak keperdataan, apalagi HAT. Pemegang IUP/IUPK tidak boleh diberikan HAT mengingat tujuan utama usahanya adalah ekstraksi dan cenderung merusak tanah, sehingga bertolak belakang dengan fungsi sosial tanah. Berkaitan dengan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, reformulasi yang ditawarkan adalah adanya sanksi pidana bagi pejabat pemerintah yang melanggar kewenangannya di bidang pertambangan. Selain itu, penyelesaian permasalahan pertambangan juga perlu diberikan penegasan setelah kewenangannya disentralisasi.
Ketersediaan
Detail Information
Judul | STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH MUSNAH AKIBAT PERJANJIAN SEWA-MENYEWA UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA |
---|---|
Pengarang | NURSIAH - Personal Name |
No. Panggil | TESIS NUR s 2023 |
Subyek | HUKUM HAK ATAS TANAH MUSNAH PERJANJIAN SEWA- MENYEWA |
Bahasa | Indonesia |
Tempat Terbit | Universitas Mulawarman |
Tahun Terbit | 2023 |
Penerbit | Fakultas Hukum |
Jurusan | MAGISTER HUKUM |
Lampiran Berkas | LOADING LIST... |
DIGITAL LIBRARY