Air Asam Tambang (AAT) adalah air pada kegiatan penambangan atau pengolahan yang bersifat asam atau memiliki keasaman tinggi dan terbentuk sebagai akibat teroksidasinya mineral sulfida disertai keberadaan air. Tiga komponen pembentukan air asam tambang adalah mineral sulfida, udara dan air. Mineral sulfida banyak ditemukan pada tambang bijih maupun batubara. Kegiatan penggalian dan penimbunan menyebabkan terpaparnya mineral sulfida yang sebelumnya berada dibawah permukaan. Metode yang digunakan adalah metode Analisis Net Acid Generation (NAG), Analisis ini di lakukan di laboratorium dengan mengambil sampel batuan pada seam X dan Y, lalu dari masingmasing sampel tersebut dilakukan analisis NAG kemudian sebagai dasar untuk menentukan fase tektonisme pada daerah penelitian. Pada sema X dan Y daerah penitian ini terdapat sebanyak dua batuan dengan kategori NAF (batuan yang tidak memiliki potensi untuk membentuk air asam) dengan nilai pH NAG awal berturut-turut 4.5 dan 4.9, satu batuan dengan kategori PAF-LC (rendah kapasitas untuk membentuk air asam) dengan nilai pH NAG awal 3.41 dan empat batuan dengan kategori PAF (batuan yang berotensi membentuk air asam) nilai pH NAG awal berturut-turut 2.51, 2.49, 2.29, dan 2,63. Fase pengangkatan Tinggian Kuching pada Miosen Tengah merupakan akibat dari tumbukan antara Palawan-Reed Bank (PA-RB) dengan kipas akresi pada kala Akhir Miosen Awal hingga Miosen Tengah, menandai dimulainya pengendapan delta di Cekungan Kutai dan kemudian terbentuklah daerah penelitian, dengan lingkungan pengendapan delta plain dengan sub lingkungan lower delta plain yang dipengaruhi oleh air laut. Di samping itu pengaruh air laut mengakibatkan terjadinya proses pembentukan mineral pirit epigenetik pada daerah penelitian, terbentuk dari reduksi sulfat yang terdapat dalam air laut. Mineral pirit ini yang kemudian berpotensi menghasilkan air asam tambang pada daerah penelitian.