Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap Belat sedang ramai digunakan dalam beberapa tahun terakhir di kawasan ekosistem mangrove, lamun dan karang di Kota Bontang. Nelayan menargetkan ikan Bawis. Penelitian sebelumnya menemukan Ikan Bawis telah mengalami depresiasi dan terdegradasi sebagai akibat penangkapan berlebih. Penelitian ini menghitung manfaat ekonomi dan berupaya menganalisis kebijakan tata kelola alat tangkap Belat untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk menghitung manfaat ekonomi menggunakan pendekatan produksi perikanan, untuk analisis kebijakan menggunakan teknik interpretive Structural Model. saat musim puncak ikan Bawis, Rata-rata nelayan memperoleh keuntungan hingga Rp. 400.750 perhari, minimum Rp. 103.000 dan maksimum Rp. 1.904.000. Semakin banyak Belat yang dioperasikan oleh nelayan maka akan memberi peluang pendapatan yang lebih besar. Masa penangkapan nelayan optimal hingga Sembilan bulan, nelayan akan berhenti melaut pada bulan Ramadhan, Agustus, dan September. Terdapat enam kebijakan tata kelola Belat yang disampaikan oleh ahli, 1) sistem buka tutup pada lokasi pemasangan, 2) meningkatkan ukuran mata jaring yang digunakan, 3) mengurangi jumlah, 4) moratorium pemasangan baru, 5) membatasi jumlah kepemilikan untuk setiap nelayan, dan 6) mengatur jarak antar alat tangkap Belat. Dari enam alternatif kebijakan tersebut, ahli lebih memprioritaskan meningkatkan ukuran mata jaring yang digunakan. Hasil pemodelan sistem dinamik membuktikan bahwa pada kondisi aktual, jika upaya penangkapan terus meningkat maka ikan Bawis akan terus terdegradasi dan terdepresiasi, akan tetapi jika mata jaring ditingkatkan ukurannya ke 3 dan 5 Inci maka ikan Bawis dapat meningkat dan stabil. Keywords: Bawis, Belat, Perikanan Kota Bontang, Siganus Canaliculatus, Tata kelola perikanan.