Penertiban juru parkir tidak resmi yang dilakukan secara humanis merupakan suatu bentuk penertiban yang diakukan oleh Dinas Perhubungan maupun SATPOL PP kepada para juru parkir liar yang tidak memiliki izin, yang mana penertiban dilakukan berdasarkan asas perikemanusiaan yang tidak dilakukan dengan kekerasan. Pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan social legal yang mengkaji persepsi dan perilaku manusia dan badan hukum yang terjadi dilapangan, yang juga bertujuan untuk mengkaji dua pokok pembahasan yaitu untuk menganalisis kendala yang dihadapi dalam melakukan penertiban juru parkir tidak resmi di Kota Samarinda dan untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan untuk mengatasi permasaahan juru parkir tidak resmi di Kota Samarinda. Hasil penelitian menunjukan bahwa kendala yang dihadapi adalah berasal dari pemerintah daerah itu sendiri yang mana belum optimalnya penanggulangan non penal dalam produk hukum daerah terkait penertiban juru parkir tidak resmi di Kota Samarinda, penegakan hukum beum menemukan upaya penyelesaian secara preventif, dan juga kendala lain berasal dari masyarakat sendiri yang mana kesadaran masyarakat tentang ketertiban berlalu lintas masih kurang. Upaya hukum yang dilakukan baik itu upaya hukum non penal (preventif) dengan menggunakan pendekatan humanis, maupun upaya hukum secara penal. sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 22 PERDA Kota Samarinda Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Parkir, menyatakan bahwa : Setiap orang atau badan yang mengeloa parkir wajib mendapat izin dari wali kota atau pejabat yang ditunjuk, Pasal 50 ayat (1) setiap orang atau badan dilarang menyelenggarakan pengelolaan parkir tanpa izin, dan pasal 57 ayat (1), setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, pasal 38 ayat 3 dan ayat (4) dan pasal 52 diancam pidana kurungan paling lama tiga bulan, atau denda paling banyak Rp.50.000.00.-