Kegiatan pebongkaran batuanserpih terkadang tidak sesuai dengan peringkat dari batuserpih tersebut. Batuserpih umumnya memiliki tingkat daya tahan yang rendah, namun beberapa batuserpih memiliki daya tahan yang cukup kuat, karena itu jika menggunakan alat yang tidak sesuai, maka penggalian yang dilakukan tidak akan efisien. Salah satu pengelompokan batuserpih diusulkan oleh Franklin (1982), dengan menentukan nilai slake durability index, indeks plastisitas dan indeks point load. Jika nilai slake durability berada diatas 80 persen maka dilanjudkan dengan pengujian uji point load, sedangkan nilai slaking durability diabawah 80 persen maka dilakukan pengujian batas cair dan batas plastis, untuk mendapatkan indeks plastisitasnya. Hasil pengujian batuserpih di Samarinda pada formasi Balikpapan dan formasi Pulaubalang diperoleh nilai indeks slake durability berada dibawah 80 persen, sehingga peringkat serpih berdasarkan slake durability index dan nilai indeks plastisitasnya, pada sampel BP1 memiliki pringkat 2,88; BP2 : 2,72; BP3 : 2,92; BP4: 3,34; BP5 : 2,9, dan BP6 : 3,58. Berdasarkan peringkat batuserpih formasi Balikpapan, alat yang digunakan untuk penggalian batuan tersebut adalah alat backhoe atau scraper maupun shovel. Untuk formasi Pulaubalang peringkat batuserpihnya pada sampel PB1 : 2,94; PB2 : 4; PB3 : 3,4; PB4 : 3,93; PB5 : 2,98; dan PB6 : 3,11,, alat yang digunakan untuk penggalian batuserpih formasi Pulaubalang merupakan alat backhoe.