Sebagai Sungai-Lintas-Batas dan salah satu sungai terpenting di Asia, Sungai Yarlung Tsangpo mempunyai peran penting bagi kehidupan masyarakat Tiongkok, India, dan Bangladesh. Tidak seperti India dan Bangladesh yang lebih mengutamakan aliran sungai untuk kepentingan irigasi, perikanan, dan
transportasi, Tiongkok melihat adanya potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Hal ini kemudian mendorong pemerintah Tiongkok untuk melakukan
pembangunan mega bendungan di Sungai Yarlung Tsangpo dekat perbatasan Asia Selatan. Namun, rencana pembangunan bendungan PLTA ini menuai protes terutama dari negara-negara yang juga dilintasi oleh sungai tersebut. Sebagai negara riparian tengah, India mengkhawatirkan aktivitas Tiongkok di hulu. Di sisi lain, Bangladesh sebagai negara riparian terendah mengkhawatirkan aktivitas hulu Tiongkok dan India di Yarlung Tsangpo. Melalui konsep kepentingan nasional dan ketahanan energi diketahui bahwa rencana pembangunan bendungan terkait dengan kepentingan nasional Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang pesat selama beberapa dekade pada saat yang sama meningkatkan permintaan akan energi. Tiongkok memiliki kebutuhan energi yang sangat besar untuk membangun kota dan industri. Oleh karena itu, pemerintah ingin menerapkan efisiensi energi untuk memenuhi kebutuhan energinya dan mengurangi emisi gas rumah kacanya. Kendati demikian, pembangunan mega dam di Sungai Yarlung Tsangpo juga merupakan kebijakan dalam negeri yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan ekonomi di wilayah barat Tiongkok dan wilayah perbatasannya. Pemerintah Tiongkok ingin mengurangi kesenjangan ekonomi antara Tiongkok timur dan barat, serta menciptakan persepsi positif dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah perbatasan.