Penelitian ini bertujuan untuk memberikan data dan informasi tentang sebaran dan karakteristik konflik antara orangutan (Pongo pygmaeus) dengan manusia yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur. Pengumpulan data untuk mengetahui berbagai kejadian konflik antara orangutan dan manusia dilakukan melalui pengamatan deskriptif dan kuisioner. Analisis data dilakukan secara deksriptif dengan menampilkan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabel histogram, nilai rata-rata, dan lainnya. Kegiatan penanganan konflik antara orangutan dengan manusia yang telah dilakukan di Provinsi Kalimantan Timur diantaranya adalah penangkapan, serah terima, pengusiran/penggiringan dan pemantauan. Di Provinsi Kalimantan Timur dalam periode waktu 10 tahun terakhir yakni tahun 2012 hingga 2021, ada 109 kejadian penanganan konflik antara manusia dengan orangutan. Orangutan berjenis kelamin jantan lebih banyak terlibat konflik yakni sebanyak 68 individu, sedangkan orangutan berjenis kelamin betina sebanyak 28 individu dimana kelas umur orangutan dewasa memiliki kejadian yang paling banyak yakni sebanyak 42 kejadian dan menurut asal usul atau lokasi konflik, kebun masyarakat menjadi lokasi yang sering terjadi konflik yakni sebanyak 39 kejadian. Konflik orangutan paling banyak terjadi di wilayah Kabupaten Kutai Timur selama kurun waktu sepuluh tahun pada periode tahun 2012 hingga 2021 sebanyak 72 kali, kejadian konflik orangutan dipicu oleh perubahan kawasan hutan dimana habitat orangutan yang biasanya hidup di hutan produksi dan konservasi terganggu oleh aktivitas perusahaan atau industri milik swasta. Perubahan tutupan lahan hutan konservasi dan hutan produksi menjadi tutupan lahan pertanian, perkebunan dan pertambangan menjadi konflik yang paling sering terjadi karena lahan tertutup sudah berkurang menjadi semak dan pertanian dengan vegetasi yang terbuka. Berdasarkan analiasa SWOT terhadap peraturan perundangan terkait perlindungan satwa liar saat ini, hasil skoring menunjukkan bahwa strategi yang perlu dilakukan oleh Pemerintah terutama Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mewajibkan perusahaan mengimplementasikan peraturan perundangan agar lebih patuh terhadap perlindungan satwa liar terutama konflik disekitar area kerja perusahaan perkebunan sawit, pertambangan dan kehutanan.