Jumlah kasus balita stunting di Kabupaten Paser mengalami peningkatan sebesar 6,66% dari tahun 2018 ke tahun 2019, masing-masing sebesar 27,54% dan 34,2%. Peningkatan jumlah kasus balita stunting di Kabupaten Paser menunjukan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Paser belum efektif dalam menurunkan prevalensi balita stunting karena angka balita stunting di Kabupaten Paser masih berada di atas ambang yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) yaitu maksimal 20%. Oleh karena itu diperlukan strategi yang tepat untuk mengetahui wilayah mana yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus, salah satunya menggunakan analisis klaster. Analisis klaster terbagi atas dua metode, yaitu metode hierarki dan metode non-hierarki. Metode non-hierarki dimulai dengan melakukan pembentukan jumlah kelompok. Beberapa metode yang termasuk ke dalam metode pengelompokan non-hierarki adalah Kmeans dan K-medoids. Pada penelitian ini dilakukan klasterisasi pada kasus balita stunting di Kabupaten Paser menggunakan metode K-means dan metode Kmedoids. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klaster optimal yang dibentuk dengan memilih nilai Davies Buoldin Index (DBI) terkecil dari pengelompokan Puskesmas di Kabupaten Paser tahun 2019. Klaster yang dibentuk untuk metode Kmeans dan K-medoids pada penelitian ini adalah 2 klaster, 3 klaster, dan 4 klaster. Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan metode K-means untuk 2 klaster, 3 klaster, dan 4 klaster berdasarkan nilai DBI masing-masing sebesar 0,96, 0,106, dan 1,360. Metode K-medoids untuk 2 klaster, 3 klaster, dan 4 klaster berdasarkan nilai DBI masing-masing sebesar 0,977, 1,470, dan 1,670. Metode K-means 2 klaster merupakan kelompok yang optimal dalam mengelompokan kasus balita stunting di Kabupaten Paser Tahun 2019.