Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kepentingan Inggris dalam kerjasama dagang berkerangka BFTA yang dilakukannya dengan Korea Selatan setelah negara tersebut melakukan Referendum Brexit di tahun 2016. Korea Selatan menjadi negara pertama dan satu-satunya di Asia, khususnya Asia Timur yang dapat menandatangani perjanjian dagang BFTA dengan Inggris walaupun pada waktu itu, masih belum ada kesepakatan tentang Brexit antara Inggris dengan Uni Eropa. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan sumber data sekunder yang diperoleh dari buku, jurnal, situs internet, skripsi terdahulu dan literatur lain yang relevan dengan permasalahan penelitian.
Kerangka dasar teori yang digunakan adalah teori Decision Making Process (DMP) dari William D. Coplin. Dengan menggunakan teori DMP ini, hasil penelitian yang didapatkan adalah perjanjian BFTA antara Inggris dan Korea Selatan bukanlah sesuatu yang masif. Dengan berbagai faktor pendukung yang didapatkan, adanya perjanjian ini adalah untuk melanjutkan perjanjian sebelumnya dan menjamin hubungan dagang antara kedua negara tidak akan berubah bagaimanapun hasil Brexit. Sehingga, bisa dipahami bahwa kepentingan Inggris terhadap kerjasama dengan Korea Selatan pasca Referendum Brexit adalah untuk menjaga dan mengamankan perekonomian Inggris sebelum Brexit terjadi, serta memproteksi negaranya terhadap hard Brexit atau no-deal Brexit.