Mangrove di Delta Mahakam secara tradisional masih dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk beberapa keperluan harian seperti kayu bakar, membuat gubuk atau arang. Pemanfaatan tersebut masih dapat ditoleransi sepanjang tidak sampai pada skala komersial. Pemanfaatan dalam skala yang lebih besar untuk jalan, pariwisata, pertambakan dan industri telah menyebabkan ribuan hektar mangrove hilang dari kawasan pesisir. Penilaian yang salah terhadap ekosistem mangrove telah mengakibatkan konversi hutan mangrove secara sembarangan tanpa memperhitungkan faktor lingkungan dan kelestariannya. Dimana hutan mangrove yang memiliki potensi yang lebih besar dalam penyerapan karbon jika dibandingkan dengan lahan kering. Pada penelitian ini dilakukan analisis beberapa kandungan bulk density, karbon tanah (%), total organik karbon tanah (g/cm2), total organik karbon tanah (ton/ha) dari 3 titik dengan 3 kedalaman (0-50,50-100,100-150). Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan uji t untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang sangat signifikan atau tidak. Hasil penelitian ini menunjukkan pada tambak tanpa rehabilitasi memiliki total nilai bulk density 7,16 g/cm3 dengan total simpanan karbon organik tanah 0,34 ton/ha. Pada bekas tambak areal rehabilitasi memiliki nilai total bulk density 8,64 g/cm3 dengan total simpanan karbon organik tanah 1,01 ton/ha. Berdasarkan hasil analisis uji t menunjukan bahwa t hitung > t (0,01) sehingga dapat dikatakan bahwa bekas tambak yang telah direhabilitasi memberikan perbedaan yang sangat signifikan terhadap simpanan karbon. Faktor yang mempengaruhi jumlah simpanan karbon pada lokasi bekas tambak tanpa rehabilitasi dan bekas tambak areal rehabilitasi yaitu keseragaman jenis mangrove yang ada di lokasi tersebut, kerapatan pohon mangrove itu sendiri dan jarak tanam sehingga bulk density mengalami pengaruh terhadap faktor-faktor tersebut.