Menurut UU Pemilu, calon anggota DPD RI tidak boleh memiliki pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD RI, salah satunya adalah berasal dari partai politik. Pasal 28D ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menjamin terkait hak pilih dan dipilih. Berangkat dari hal tersebut, kemudian diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Sehingga, tulisan ini akan menjawab bagaimana implikasi hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 terhadap pengurus partai politik yang mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah dan bagaimana jaminan Hak Asasi Manusia dalam hak pilih dan dipilih anggota Dewan Perwakilan Daerah yang berasal dari pengurus partai politik pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018. Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan doktrinal yang didasarkan adanya permasalahan yang diteliti pada suatu norma, khususnya dalam konteks Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang diarahkan pada sumber bahan hukum primer dan sekunder. Implikasi hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 terhadap pemilihan anggota DPD RI memberikan kepastian hukum, sebab frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf l UU Pemilu dapat ditafsirkan sebagai pengurus partai politik, dan putusan ini tidak melanggar hak asasi manusia. Seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur pencalonan anggota DPD RI perlu direvisi dengan menjadikan Putusan a quo sebagai rujukannya.
Kata Kunci : Implikasi, Putusan MK, HAM, DPD.