Rezka Oktiarini. 2021. Pandangan Stereotipe Pada Perempuan Papua dalam Novel Isinga Roman Papua Karya Dorothea Rosa Herliany. Skripsi. Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman. Pembimbing I: Dr. Hj. Widyatmike G.M., M.Hum. Pembimbing II: DAHRI D, S.S., M.Hum.
Penelitian ini membahas novel Isinga Roman Papua Karya Dorothea Rosa Herliany dengan menggunakan struktur faktual dan pandangan stereotipe. Pandangan stereotipe gender berkambang pada kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia, salah satunya di kebudayaaan masyarakat Papua yang cenderung menghasilkan pandangan-pandangan stereotipe yang memberikan anggapan-anggapan hingga menghasilkan suatu aturan-aturan mengenai fungsi dan kedudukan laki-laki dan perempuan yang cenderung memberikan posisi menguntungkan pada laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pandangan stereotipe di dalam sebuah karya sastra, yaitu novel berjudul Isinga Roman Papua Karya Dorothea Rosa Herliany. Rumusan masalah (1) bagaimana struktur faktual dalam novel Isinga Roman Papua? dan (2) bagaimana pandangan stereotipe yang dialami oleh perempuan papua dalam novel Isinga Roman Papua.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode kepustakaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Dalam menganalisis penelitian ini digunakan teknik baca dan tektik catat untuk mendapatkan data. Teknik anaalisis data dalam penelitian ini mengguakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama struktur faktual dalam novel Isinga Roman Papua karya Dorothea Rosa Herliany terdiri dari alur, tokoh penokohan, dan latar. Alur yang terdapat dalam novel ini adalah alur maju. Tokoh dalam novel ini mempunyai tokoh utama maupun tokoh tambahan. Latar dalam novel ini sebagian besar berada di Papua. Pandangan stereotipe gender secara umum yang terdapat dalam novel dimana perempuan dapat menghidupi anak-anaknya dengan membakar kulitnya dibawah matahari dan terkena hujan, berdasarkan anggapan yang menyatakan bahwa perempuan harus bekerja, serta anggapan bahwa anak sulung dukun diharuskan menjadi perwakilan untuk menyampaikan pesan perdamaian perseteruan. Menjadikan seorang perempuan sebagai juru damai dengan menikahkan perempuan tersebut dan juga peran laki-laki dan perempuan masyarakat Papua ditentukan oleh keinginan pegunungan Megafu, bukan berdasarkan keinginan manusia yang cenderung rasional.

Kata Kunci: pandangan stereotipe gender, struktur faktual, perempuan papua