Tujuan pelayanan terpadu satu pintu yaitu memperpendek proses pelayanan guna mewujudkan pelayanan perizinan dan non perizinan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti, dan terjangkau. Namun dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2020 tentang Peyelenggaraan Pelayanan Perzinan di Provinsi Kalimantan Timur justru membuat proses penerbitan perizinan menjadi panjang dan membutuhkan waktu yang lebih lama serta membuat kewenangan penerbitan perizinan tidak jelas. Pada Penelitian ini, Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan social-legal research. Social-legal research adalah penelitian non doktrinal yang mengkaji hukum menggunakan ilmu hukum dan ilmu sosial dengan tidak mengesampingkan aspek pada skema peraturan perundangan-undangan, asas hukum, teori hukum. Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu primer, sekunder, dan tersier. Terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2020 menimbulkan problematika dalam sistem penerbitan perizinan. Adanya perubahan kewenangan penerbitan dan penandatanganan perizinan oleh Gubernur melaui paraf koordinasi berjenjang membuat proses penerbitan perizinan panjang sehingga tujuan pelayanan terpadu satu pintu yang memperpendek proses pelayanan tidak tercapai. Sistem pelayanan yang berjenjang, panjang dan proses lama dengan peraturan tersebut tentunya merugikan bagi warga masyarakat dan badan usaha perdata. Dalam mengambil suatu keputusan pembatasan merupakan syarat minimal yang harus diperhatikan oleh badan atau pejabat pemerintahan. Batasan pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan dan non perizinan sudah diatur dalam beberapa peraturan yang menjadi dasar dalam pelayanan perizinan itu sendiri.
Kata Kunci: Pelayanan Perizinan, Pelayanan Terpadu Satu Pintu,Kewenangan.