Film Kartini merupakan film biopik, film yang menceritakan biografi suatu tokoh. Tokoh yang diangkat oleh Hanung Bramantyo kali ini adalah biografi tentang perjuangan seorang pahlawan wanita paling populer di Indonesia, (Raden Ajeng) RA.Kartini. Pada awal tahun 1900 saat Indonesia masih dijajah oleh Belanda dan Pulau Jawa dipimpin oleh para ningrat di bawah pengawasan pemerintah Belanda. Saat itu hanya keturunan bangsawan alias kaum ningrat yang boleh bersekolah dan mendapatkan pendidikan namun wanita tidak diberi hak yang sama untuk memperoleh pendidikan tinggi layaknya kaum pria. Wanita jawa saat itu hanya memiliki satu tujuan hidup, menjadi istri seorang pria tanpa peduli menjadi istri keberapa. Kepasrahan kaum wanita (submissive) dan posisi kaum laki-laki yang berada di atas wanita (superior) dianggap sebagai hal yang wajar di masyarakat feodal Jawa pada masa Kolonial Belanda sebagai salah satu budaya patriarki yang ada di Indonesia, khususnya kaum wanita Jawa yang memang terkenal lekat dengan budaya Patriarki dan ironisnya dianggap sebagai bagian dari realitas sosial pada zamannya. Terjepit antara keinginan mempertahankan idealisme dan keharusan menghadapi realitas hidup, RA.Kartini tak lepas dari sistem patriarki ini sehingga ia terpaksa melepaskan impiannya melanjutkan sekolah ke Belanda dan menerima lamaran Bupati Rembang, Raden Mas Adipati Joyoadiningrat. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada film “Kartini” dengan judul penelitian “Representasi Pergeseran Budaya Patriarki dalam Film Kartini Karya Hanung Bramantyo” menggunakan analisis Semiotika Roland Barthes.