Terjadinya perjanjian sewa-menyewa diantara para pihak dalam bentuk perjanjian tetapi tidak didukung oleh bukti-bukti hampir banyak ditemui. Terlebih lagi apabila perjanjian tersebut berbentuk tidak tertulis atau lisan yang terjadi melalui telepon. Walaupun dalam peraturan perundang-undangan tidak melarang lahirnya suatu perjanjian yang terbentuk dari perjanjian lisan, namun kadang dalam pelaksanaannya dapat terjadi suatu wanprestasi karena tidak adanya alat bukti khususnya yang tertulis karena setiap dalil yang nantinya akan dibawa kehadapan persidangan harus dibuktikan.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian hukum empiris dan pendekatan live case study yaitu ialah pendekatan pada suatu peristiwa hukum yang pada prosesnya masih berlangsung ataupun belum berakhir. Data hukum primer yang digunakan yaitu hasil dari wawancara yang diperoleh secara langsung setelah datang dari lokasi penelitian. Data hukum sekunder terdiri dari buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang terkait yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, HIR (Herzien Inlandsch Reglement), Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Wanprestasi yang akibat perjanjian lisan melalui telepon ini tentu saja menimbulkan suatu akibat hukum yaitu kerugian bagi salah satu pihak. Lalu, untuk mengatasi atau memberikan suatu pemecahan masalah dari hal tersebut, jalur penyelesaian yang dapat ditempuh antara lain Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Nonlitigasi; Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase) dan Jalur Pengadilan (Litigasi).