Agus Setiawan. Keanekaragaman Mamalia Kecil Pada Kawasan Hutan Pendidian Dan Penelitian Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Dibimbing oleh Albert Laston Manurung dan Chandradewana Boer).
Mamalia kecil hidup terbatas pada kolonisasi manusia atau vegetasi yang telah diolah manusia dan yang lainnya lebih menyukai tinggal di hutan, baik itu di tanah ataupu utamanya lebih banyak tinggal di pepohonan. Kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (HPPFKU) merupakan contoh kawasan yang telah dimanfaatkan oleh aktivitas manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis mamalia kecil di kawasan HPPFKU dengan metode transek dan menggunakan penangkapan hidup. Hasil dari penelitian ini adalah tersediannya data dan informasi mengenai keragaman jenis mamalia kecil di kawasan HPPFKU. Pengambilan data dilakukan pada 3 lokasi dengan menggunakan metode penangkapan hidup dengan alat bantu cagetrap. Masing – masing lokasi penelitian terdapat 1 transek yang panjangnya 400 meter dengan 10 perangkap pada setiap transek. Perangkap yang terpasang dicek setiap pagi dan sore hari, jika terdapat mamalia kecil yang tertangkap maka dilakukan identifikasi jenis dibantu dengan buku identifikasi mamalia kecil. Selama penelitian ini berlangsung, berhasil ditemukan 10 jenis mamalia kecil dengan jumlah keseluruhan 65 individu dari 3 famili. Famili Muridae diwakili oleh Rattus tiomanicus sabae, Rattus tiomanicus jalorensis, Sundamys muelleri, Maxomys whiteheadi, Maxomys surifer. Famili Scuiridae diwakili Callosciurus notatus, Sundasciurus lowii dan famili Tupaiidae diwakili Tupaia dorsalis, Tupaia tana, Tupaia picta. Keanekaragaman mamalia kecil di kawasan HPPFKU tergolong dalam katagori sedang dengan nilai H’ 2,1 sedangkan jenis mamalia kecil
didominasi oleh Sundamys muelleri dan Rattus tiomanicus sabae, dengan persentase kehadiran sebesar 23,08% dan 18,46%. Areal terbuka merupakan lokasi dengan keberhasilan penangkapan tertinggi sebesar 14,29%, diikuti oleh sempadan sungai sebesar 10,48%, sedangkan lokasi hutan sekunder merupakan lokasi dengan keberhasilan tangkapan terendah sebesar 6,19%.